Fatwaatau penetapan ahli waris dikeluarkan oleh pengadilan (Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agama). Penetapan ahli waris untuk yang beragama Islam dibuat oleh Pengadilan Agama atas permohonan para ahli waris. Dasar hukumnya adalah Pasal 49 huruf b UU No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Sedangkan, penetapan ahli waris yang beragama selain Islam dibuat oleh Pengadilan Negeri.
Sementaraitu ahli waris merupakan orang yang memiliki hubungan darah atau perkawinan dengan pewaris. Besarnya pembagian harta pun berbeda untuk masing-masing aturan ahli waris dalam Islam. Harta warisan yang ditinggalkan oleh pewaris merupakan harta bawaan dan harta bersama setelah digunakannya untuk keperluan pewaris seperti pembayaran hutang
Selainberdasarkan gender, hukum waris adat pun ada yang membagi warisan berdasarkan penetapan ahli waris dan barang peninggalan, yaitu; Sistem waris individual dengan menentukan ahli waris secara perorangan. Sistem waris kolektif dengan menentukan ahli waris dibagikan secara kolektif atau dibagi-bagi secara rata.
PengertianAhli Waris Ashabah dan Macam-Macamnya. Ashabah adalah bentuk jamak dari kata "ashib" yang berarti mengikat dan menguatkan hubungan. Secara istilah, ashabah adalah ahli waris yang bagiannya tidak ditetapkan, tetapi bisa mendapat semua harta atau sisa harta, setelah harta tersebut dibagi kepada ahli waris dzawil furudh. Perbesar.
Makasebulan lalu Ibu dan saya mengajukan permohonan penetapan ahli waris ke Pengadilan Agama. Tapi berhubung yang mengajukan hanya 2 orang, maka Pengadilan Agama menolak permohonan kami dengan alasan kurang Pihak. Dalam kasus di atas pembagiannya sbb: Penting: jawaban ini dengan asumsi ayah ibu pewaris sudah wafat semua. Apabila masih
Yangdimaksud dengan "waris" adalah penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan bagian masing-masing ahli waris, dan melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut, serta penetapan pengadilan atas permohonan seseorang tentang penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan bagian
. Ahli waris adalah orang yang berhak mendapatkan bagian dari harta warisan yang ditinggalkan pewaris. Seseorang bisa dinyatakan sebagai ahli waris setelah ditunjuk secara resmi berdasarkan hukum yang digunakan dalam pembagian harta warisan, yaitu hukum Islam, hukum perdata, dan hukum adat. Berdasarkan hukum agama Islam, keberadaannya ditentukan oleh dua hal. Pertama, karena terdapat hubungan pertalian darah ayah dan anak. Kedua, karena terdapat hubungan pernikahan. Kamu bisa menciptakan warisan lewat asuransi jiwa yang berbasis syariah. Jika kamu punya pertanyaan seputar anggaran dan lainnya, kamu bisa mengajukan pertanyaan di Tanya Lifepal! Penentuan Ahli Waris Menurut Hukum Islam Masing-masing ahli waris sudah ditentukan bagian masing-masing menurut ajaran Islam yang bersumber dari Al-Quran dan Assunnah. Dalam hukum waris Islam terdapat tiga macam ahli waris. Ashab Al-Furiid, yaitu kelompok yang mendapatkan bagian tertentu. Ashabah, yaitu kelompok yang mendapatkan sisa setelah dilakukan pembagian. Zawi Al-Arham, yaitukelompok yang tidak menerima bagian, kecuali tidak ada Ashab Al-Furiid dan Ashabah. Kelompok Ahli Waris Berdasarkan Aturan Hukum Perdata Berdasarkan Hukum Perdata, ada dua golongan yang disebut sebagai ahli waris, yaitu Pertama, orang yang ditunjuk oleh pewaris atau diberikan wasiat Pasal 830 KUHPerdata. Kedua, orang yang memiliki hubungan darah dengan pewaris dan terikat dengan perkawinan Pasal 832 KUHPerdata. Mengenai kelompok orang yang memiliki pertalian darah, dibagi lagi ke dalam empat golongan berdasarkan KUHPerdata , yaitu Golongan I Suami/Istri yang hidup terlama dan anak keturunannya Pasal 852 KUHPerdata Golongan II Orang tua dan saudara kandung pewaris. Golongan III Keluarga dalam garis lurus ke atas sesudah bapak dan ibu pewaris. Golongan IV Paman dan bibi pewaris baik dari pihak bapak maupun dari pihak ibu, keturunan paman dan bibi sampai derajat keenam dihitung dari pewaris, saudara dari kakek dan nenek beserta keturunannya, sampai derajat keenam dihitung dari pewaris. Khusus bagi orang yang terikat pernikahan, misalnya suami dan istri, ahli waris dapat menerima warisan selama belum bercerai. Apabila pewaris meninggal dunia dalam kondisi sudah bercerai, maka mantan suami/istri sudah tidak berhak lagi atas harta warisan dari mendiang. Dalam hukum perdata golongan-golongan ini bersifat prioritas dari golongan teratas. Artinya, jika seorang pewaris masih memiliki istri dan anak kandung, maka golongan di bawahnya tidak akan mendapatkan warisan. Lain halnya jika pewaris tidak memiliki suami/istri dan keturunan, maka golongan kedua yang berhak untuk mendapatkan warisan, yaitu orang tua dan saudara kandung. Begitu seterusnya jika tidak ada golongan ketiga, maka yang berhak menerima warisannya adalah golongan keempat. Ahli Waris di Mata Hukum Adat Dalam hukum adat, ahli waris ditentukan berdasarkan dua garis pokok, yaitu garis pokok keutamaan dan garis pokok penggantian. Garis pokok keutamaan berasal dari keluarga pewaris di antaranya Kelompok keutamaan I Keturunan pewaris. Kelompok keutamaan II Orang tua pewaris. Kelompok keutamaan III Saudara-saudara pewaris dan keturunannya. Kelompok keutamaan IV Kakek dan nenek pewaris dan seterusnya. Garis pokok penggantian adalah garis hukum yang bertujuan menentukan siapa di antara orang-orang di dalam kelompok keutamaan tertentu. Mereka yang dipilih harus memiliki kriteria Orang yang tidak punya penghubung dengan pewaris. Orang yang tidak ada lagi penghubungannya dengan pewaris. Jika disederhanakan, garis pokok penggantian ini merupakan sosok yang mendapatkan wasiat tertentu atau penunjukan langsung dari pewaris sebelum meninggal dunia. Dalam hal ini bisa saja pewaris yang dimaksud berstatus anak angkat, anak tiri, anak akuan anak pungut, dan anak piara. Kelompok ini tidak memiliki garis keutamaan bukan kandung, tetapi termasuk dalam garis pokok penggantian. Itulah beberapa ketentuan tentang penyebutan ahli waris berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia mulai dari hukum Islam, hukum perdata dan hukum adat. Seorang pewaris berhak menentukan untuk mengikuti aturan yang mana dalam menentukan pembagian dan pengelompokan ahli warisnya.
Dipublikasikan oleh Iwan Kartiwan pada on 21 Agustus 2017. Dilihat 14729 PENETAPAN AHLI WARIS DAN P3HP /PERMOHONAN PERTOLONGAN PEMBAGIAN HARTAPENINGGALAN Oleh H. Sarwohadi, PTA NTB 1. Pendahuluan Pengadilan Agama di wilayah PTA NTB terkenal dengan banyaknya perkara waris, yang selama ini masyarakat pencari keadilan dalam rangka penyelesaian untuk mendapatkan warisan di Pengadilan Agama sangat beragam di antaranya melalui permohonan penetapan ahli waris secara volunteer, melalui gugatan secara contensius bahkan masih ada yang melalui Permohonan Pertolongan Pembagian Harta Peninggalan P3HP. Masih ada perbedaan pendapat di antara para hakim menyikapi Permohonan Penetapan Pembagian harta waris dan P3HP Permohonan Pertolongan Pembagian Harta Peninggalan . Permohonan Penetapan Ahli waris terdapat dalam Penjelasan Pasal 49 huruf b UU Tahun 2006 tentang Perubahan Atas UU Tahun 1989 tentang Peradilan Agama”. Huruf b “Yang disebut dengan “Waris” adalah penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan bagian masing-masing ahli waris, dan melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut, serta penetapan pengadilan atas permohonan seseorang tentang penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penetuan bagian masing-masing ahli waris”. Selengkapnya KLIK DISINI
Pembagian harta warisan yang berlaku di Indonesia dapat dilakukan berdasarkan hukum waris adat, hukum perdata, dan hukum Islam. Berikut waris adalah wujud kekayaan yang ditinggalkan oleh pewaris kepada ahli warisnya. Hukum pembagian harta warisan di Indonesia diatur dalam tiga sistem hukum, yakni hukum waris adat, hukum waris Islam, dan hukum waris berdasarkan KUH Perdata. Berikut ulasan lengkap Harta Warisan dengan Hukum Adat Soepomo dalam Bab-bab tentang Hukum Adat menerangkan bahwa hukum waris adat adalah peraturan-peraturan yang mengatur proses penerusan serta pengoperan barang-barang atau harta benda yang berwujud dan yang tidak berwujud, dari generasi yang satu ke generasi jugaMengetahui Bagaimana Hak Waris Anak Tunggal dalam HukumMengenal Hukum Waris dalam KHI dan KUHPerdataMelihat Peluang Dapat Warisan Bagi Anak DurhakaPembeda Hukum Waris Adat dengan Hukum Lainnya Diterangkan Bangun dalam Lex et Societatis Vol V, ada tiga hal yang membedakan hukum waris adat dengan hukum waris warisan dalam hukum adat bukan merupakan kesatuan yang dinilai harganya, melainkan kesatuan yang tidak dapat terbagi dari jenis macam dan kepentingan para ahli hukum adat tidak dikenal asas legitieme portie atau bagian mutlak, sebagaimana yang diatur dalam hukum waris barat dan waris adat tidak mengenal adanya hak bagi ahli waris untuk menuntut agar harta waris dibagikan sesegera Umum dalam Hukum Waris Adat Ditambahkan Bangun pula, hukum adat memiliki asas umum. Prinsip asas umum yang dimaksud adalah sebagai pewarisan tidak dapat dilakukan secara menurun dari orang tua ke anak, warisan dapat dilakukan secara ke atas atau menyamping ke nenek atau saudara.Dalam hukum waris adat, harta peninggalan seseorang tidak selalu langsung dibagikan. Namun, dapat ditangguhkan atau ada kalanya tidak dibagi karena harta tersebut tidak adat mengenal prinsip penggantian tempat atau plaatsvervulling yang artinya seorang anak adalah ahli waris dari ayahnya, dan oleh sebab itu, tempat anal tersebut dapat digantikan oleh anak-anak dari yang meninggal dunia tadi susu dari si peninggal harta.Dikenal dengan adanya pengangkatan anak adopsi, di mana hak dan kedudukannya sama seperti anak sendiri dan merupakan salah satu solusi untuk meneruskan keturunan dalam suatu keluarga.
Mau tanya dong. Abang saya sedang mengajukan ke pengadilan agama mengenai waris. Permasalahannya RT/RW setempat tidak mau membuat surat keterangan ke kami untuk membuat fatwa waris. Kalau kita mengajukan ke pengadilan agama, prosesnya berapa lama dan bagaimana cara kerjanya? permasalahan yang sedang Anda alami dapat saya jelaskan sebagai berikutPenetapan waris bukanlah merupakan wewenang dari RT atau RW setempat, melainkan merupakan wewenang dari Pengadilan agama dalam hal si pewaris dan ahli waris adalah orang yang beragama Islam. Pada Pasal 49 huruf b UU No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama “UU Peradilan Agama” disebutkan bahwa“…Pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidangb. waris..Penjelasan lebih detail mengenai permasalahan waris apa saja yang diatur dapat kita lihat pada penjelasan Pasal 49 huruf b UU Peradilan Agama yang berbunyi“…Yang dimaksud dengan "waris" adalah penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan bagian masing-masing ahli waris, dan melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut, serta penetapan pengadilan atas permohonan seseorang tentang penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan bagian masing-masing ahli waris…”Berdasarkan penjelasan di atas jelas bahwa yang berhak untuk mengeluarkan penetapan ahli waris adalah Pengadilan masalah warisan ini dapat ditempuh dua cara, yakni; - melalui hal gugatan yang diajukan, berarti terdapat sengketa terhadap objek waris. Hal ini bisa disebabkan karena adanya ahli waris yang tidak mau membagi warisan sehingga terjadi konflik antara ahli waris. Proses akhir dari gugatan ini akan melahirkan produk hukum berupa putusan, atau - melalui permohonan yang diajukan para ahli waris dalam hal tidak terdapat sengketa. Terhadap permohonan tersebut pengadilan akan mengeluarkan produk hukum berupa penetapan. Adapun proses untuk mengajukan permohonan ke Pengadilan Agama bisa ditempuh dengan cara mengajukan Surat Permohonan yang ditandatangani oleh pemohon atau kuasanya yang sah dan ditujukan ke Ketua Pengadilan Agama yang meliputi tempat tinggal Pemohon lihat Pasal 118 HIR/142 RBG.Bagi Pemohon yang tidak dapat membaca dan menulis dapat mengajukan permohonannya secara lisan di hadapan Ketua Pengadilan Agama lihat Pasal 120 HIR, Pasal 144 Kemudian, Pemohon membayar biaya perkara lihat Pasal 121 ayat [4] HIR, 145 ayat [2] RBG, Pasal 89 dan Pasal 91A UU No. 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Setelah itu Hakim akan memeriksa perkara Permohonan tersebut dan terhadap permohonan tersebut Hakim kemudian akan mengeluarkan suatu berapa lama prosesnya hal itu sulit dipastikan karena akan sangat bergantung pada situasi yang ada. Misalnya, Hakim atau Pemohon berhalangan hadir sehingga sidang harus ditunda, ataupun misalnya bukti yang diajukan pemohon tidak lengkap, sehingga harus dilengkapi lagi dan sidang kembali prinsipnya, Pengadilan mengandung asas cepat, sederhana, biaya ringan, sebagaimana hal tersebut ditegaskan kembali dalam Surat Edaran Mahkamah Agung SEMA No. 3 Tahun 1998 tentang Penyelesaian Perkara, yang menyatakan “…Untuk itu, Mahkamah Agung memandang perlu menegaskan kembali dan memerintahkan kepada Saudara hal-hal sebagai berikut perkara-perkara di Pengadilan harus diputus dan diselesaikan dalam waktu 6 enam bulan termasuk minutasi, yaitu perdata umum, perdata agama dan perkara tata usaha negara, kecuali karena sifat dan keadaan perkaranya terpaksa lebih dari 6 enam bulan, dengan ketentuan Ketua Pengadilan Tingkat Pertama yang bersangkutan wajib melaporkan alasan-alasannya kepada Ketua Pengadilan Tingkat Banding…” Oleh karena itu, seharusnya semua perkara baik permohonan atau pun gugatan yang diperiksa di tingkat peradilan pertama baik itu Pengadilan Agama maupun Pengadilan Umum harus diputus atau diselesaikan dalam waktu 6 enam yang dapat saya jelaskan, semoga dapat membantu menjawab permasalahan Het Herzien Inlandsch Reglement HIR / Reglemen Indonesia Yang Diperbaharui RIB, S. 1848 No. 16, No. 442. Rechtsreglement Buiten Gewesten RBG Staatsblad 1927 No. 2273. Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana telah beberapa kali diubah pertama dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 dan Undang-Undang No. 50 Tahun Surat Edaran Mahkamah Agung SEMA No. 3 Tahun 1998 tentang Penyelesaian Perkara
BerandaKlinikKeluargaEmpat Golongan Ahli ...KeluargaEmpat Golongan Ahli ...KeluargaJumat, 14 Desember 2012Jumat, 14 Desember 2012Bacaan 3 MenitKakak saya meninggal bukan agama Islam, meninggalkan deposito bank dan rumah atas nama almarhum. Tidak ada surat wasiat dan tidak mempunyai anak. Kepada siapakah hak ahli waris tersebut? Apakah seutuhnya kepada istri/kepada saudara kandung almarhum? Terima penerapan hukum waris, apabila seorang pewaris yang beragama selain Islam meninggal dunia, maka yang digunakan adalah sistem pewarisan berdasarkan Hukum Waris sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata “KUHPerdata”.Menurut KUHPerdata, prinsip dari pewarisan adalah1. Harta Waris baru terbuka dapat diwariskan kepada pihak lain apabila terjadinya suatu kematian. Pasal 830 KUHPerdata;2. Adanya hubungan darah di antara pewaris dan ahli waris, kecuali untuk suami atau isteri dari pewaris. Pasal 832 KUHPerdata, dengan ketentuan mereka masih terikat dalam perkawinan ketika pewaris meninggal dunia. Artinya, kalau mereka sudah bercerai pada saat pewaris meninggal dunia, maka suami/isteri tersebut bukan merupakan ahli waris dari prinsip tersebut, maka yang berhak mewaris hanyalah orang-orang yang mempunyai hubungan darah dengan pewaris. Baik itu berupa keturunan langsung maupun orang tua, saudara, nenek/kakek atau keturunannya dari saudara-saudaranya. Sehingga, apabila dimasukkan dalam kategori, maka yang berhak mewaris ada empat golongan besar, yaitu1. Golongan I suami/isteri yang hidup terlama dan anak/keturunannya Pasal 852 KUHPerdata.2. Golongan II orang tua dan saudara kandung Pewaris3. Golongan III Keluarga dalam garis lurus ke atas sesudah bapak dan ibu pewaris4. Golongan IV Paman dan bibi pewaris baik dari pihak bapak maupun dari pihak ibu, keturunan paman dan bibi sampai derajat keenam dihitung dari pewaris, saudara dari kakek dan nenek beserta keturunannya, sampai derajat keenam dihitung dari ahli waris dibagi ke dalam 4 golongan ini?Golongan ahli waris ini menunjukkan siapa ahli waris yang lebih didahulukan berdasarkan urutannya. Artinya, ahli waris golongan II tidak bisa mewarisi harta peninggalan pewaris dalam hal ahli waris golongan I masih kasus Anda, saya mengambil kesimpulan bahwa walaupun kakak Anda tidak memiliki anak, namun masih memiliki seorang isteri. Dengan demikian, sebagai ahli waris Golongan I, maka isteri kakak Anda tersebut berhak sepenuhnya atas harta peninggalan dari mendiang kakak penjelasan lengkapnya bisa di baca di link ini Siapakah yang Berhak Mewaris?Catatan Jawaban pertanyaan tersebut ada pula penjelasannya di buku Kiat Cerdas Mudah dan Bijak Dalam Memahami HUKUM WARIS – karya Irma Devita Purnamasari, Kaifa, Desember 2012.Dasar hukumKitab Undang-Undang Hukum Perdata Burgerlijk Wetboek, Staatsblad 1847 No. 23Tags
Dipublikasikan oleh Iwan Kartiwan pada on 04 Desember 2013. Dilihat 10463 SUDAH SAATNYA PENETAPAN AHLI WARIS DITINGGALKAN Tinjauan Futuristik Acta van Dading Terhadap Kesetaraan Hak Waris Oleh Sugiri Permana, MH Inheritance law is often a gender in Islamic law when comparing the inheritance rights of men get double of women's rights. Islamic inheritance law gives the possibility of equality of men and women in some cases inheritance. This is where the emerging possibilities in completing heir to equate the rights of men and women. Religious Courts in products related to the settlement of inheritance in the form of a fatwa inheritance, P3HP, determination of heirs agreements often arise in the division of the inheritance equally between men and women. At this time, the form of the agreement can be stated in the verdict form through the process of mediation. Keyword waris, kesepakatan, penetapan, putusan dan kesetaraan A. Pendahuluan Berbagai usaha telah dilakukan untuk menjamin kesetaraan antara anak laki-laki dan perempuan. Hukum waris Islam sering kali menjadi sorotan dan terkadang pula menjadi obyek untuk mendeskriditkan Islam sebagai agama samawi yang cenderung tidak berpihak pada kesetaraan gender. Adanya perimbangan hak waris antara anak laki-laki yang mempunyai dua kali dari anak perempuan 21 menjadi bukti tak terbantahkan, seolah-olah Islam tidak mempersamakan hak perempuan dan laki-laki. Berbagai argumen apologi sering kali dikemukakan baik dari sudut pandang sejarah maupun argumen logis yang berkenaan dengan kedudukanlaki-laki dan perempuan dalam sebuah rumah tangga. Dalam tinjauan historis, pemberian hak waris kepada anak perempuan merupakan perubahan fenomenal bagi masyarakat Arab saat itu. Ketika turun ayat waris surat al-Nisa> [4] ayat 11, munculah berbagai protes dari kalangan sahabat. Sikap para sahabat tidak berhubungan dengan porsi 21, tetapi lebih dari itu, para sahabat mempertanyakan ayat di atas karena dianggap janggal dengan memberikan hak waris kepada perempuan. Hal ini menunjukkan, bahwa pada saat turunnya ayat waris, tradisi yang dominan saat itu adalah anak perempuan serta anak kecil tidak mempunyai hak waris. Oleh karenanya, ketentuan hak waris bagi perempuan merupakan perubahan yang cukup radikal bagi masyarakat Arab. selanjutnya KLIK DISINI .
penetapan ahli waris dan pembagiannya